I.
Pendahuluan
Sejak
manusia menghendaki kemajuan dalam dalam kehidupan, maka sejak itu timbul
gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan
melalui pendidikan, menurut keyakinan kita, sejarah pembentukan masyarakat
dimulai dari keluarga adam dan hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat besar
umat manusia di muka bumi ini. Dalam keluarga adam itulah telah dimulai proses
kependidikan umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup terbatas sesuai dengan
kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya.
Dasar
minimal dari usaha mempertahankan hidup manusia terletak pada orientasi manusia
ke arah 3 (tiga) hubungan, yaitu:
A. Hubungan
manusia dengan yang maha pencipta yaitu Tuhan sekalian alam.
B. Hubungan
dengan sesama manusia. Dalam keluarga Adam, hubungan tersebut terbatas pada
hubungan antar anggota keluarga.
C. Hubungan
dengan alam sekitar yang terdiri dari berbagai unsur kehidupan, seperti
tumbuh-tumbuhan, binatang dan kekuatan alamiah yang ada.[1]
II.
Rumusan
masalah
A. Siapa
manusia itu?
B. Apakah
fitrah manusia itu?
C. Apa sajakah
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia?
III. Pembahasan
A. Manusia
Menurut
pandangan islam, manusia adalah makhluk Allah yang bertugas sebagai khalifah di
bumi. Allah telah memberitahukan kepada malaikat bahwa Dia akan menciptakan
manusia yang diserahi tugas menjadi khalifah, sebagaimana yang tersurat dalam
Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi :
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
Kedudukan
manusia sebagai khalifah di bumi ini tidak terlepas dari:
1. Akal
dan perasaan
Setiap
orang menyadari bahwa ia mempunyai akal dan perasaan. Akal pusatnya di otak
yang digunakan untuk berpikir. Perasaan berada di hati yang digunakan untuk
merasa. Kemampuan berpikir dan merasa ini merupakan nikmat Tuhan yang paling
besar dan inilah yang membuat manusia lebih istimewa dan mulia dibandingkan
dengan makhluk lainnya.
Allah
menyuruh manusia agar menggunakan akalnya dengan sebaik-baiknya, karena akal
merupakan alat untuk menuntut ilmu dan ilmu merupakan alat untuk mempertahankan
diri dari kesulitan manusia, maka islam memerintahkan manusia untuk menuntut
ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu yang lainnya.
2. Ilmu
pengetahuan
Pengetahuan
adalah suatu yang diketahui oleh manusia melalui pengalaman, informasi,
perasaan atau melalui intuisi. Ilmu pengetahuan merupakan hasil pengolahan akal
dan perasaan tentang sesuatu yang telah diketahuinya.
Faktor
terbesar yang membuat manusia itu mulia adalah karena ia berilmu. Ia dapat
hidup senang dan tenteram karena memiliki ilmu dan menggunakan ilmunya.
3. Kebudayaan
Di
samping manusia sebagai khalifah, mereka juga termasuk makhluk paedogogik yaitu
makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi untuk dididik dan mendidik. Untuk
itulah jika manusia menggunakan akal pikirannya, perasaannya dan ilmu
pengetahuannya maka akan timbul kebudayaan, baik berbentuk sikap, tingkah laku,
cara hidup ataupun berupa benda, irama bentuk dan sebagainya.
Islam
memandang manusia sebagai makhluk pendukung dan pencipta kebudayaan. Dengan
akal, ilmu dan perasaan, ia membentuk kebudayaan dan sekaligus mewariskannya
kepada anak dan keturunannya, kepada orang atau kelompok lain yang dapat
mendukungnya.[2]
Para
ulama juga berbeda pendapat dalam memahami kata Khalifah. Pertama adalah
pendapat yang mengatakan bahwa manusia merupakan spesies yang menggantikan
spesies lain yang pernah lebih dulu hidup di bumi. Kedua adalah mengatakan
bahwa tiada makhluk lain di bumi yang di ganti manusia. Istilah khalifah bagi
kelompok ini menunjuk pada sekelompok manusia yang mengganti manusia lain.
Ketiga adalah menjelaska bahwa proses istikhlaf lebih penting lagi. Khalifah
menurut mereka bukanlah sekedar menunjuk pada pengertian seorang mengganti atau
mengikuti orang lain, namun khalifah di sini adalah khalifah Allah. Mulanya
Allah, lalu datang khalifah-Nya yang berperilaku dan berbuat sesuai dengan
ajaran-ajaran-Nya.[3]
Di
samping sebagai khalifah, mereka juga termasuk makhluk paedagogik yaitu makhluk
Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Makhluk
tersebut adalah manusia. Dialah yang memiliki potensi dapat dididik dan
mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang
kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk atau wadah yang
dapat diisi dengan berbagai keterampilan dan kecakapan yang dapat berkembang,
sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia.
Meskipun demikian, kalau potensi itu tidak
dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna dalam pendidikan. Oleh karena itu
perlu dikembangkan dan pengembangan itu perlu dilakukan dalam usaha kegiatan
pendidikan.teori nativis dan empiris yang dipertemukan oleh Kerchenteiner
dengan teori konvergensinya, telah membuktikan bahwa manusia adalah makhluk
paedagogis.[4]
B. Fitrah
Manusia
Manusia diciptakan dalam struktur yang paling sempurna
di antara makhluk Allah yang lain. Struktur tersebut terdiri dari unsur
jasmaniah bdan rohaniah. Dalam struktur tersebut Allah memberikan seperangkat
kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam pandangan islam
disebut “fitrah” yang dalam pengertian etimologi mengandung arti “kejadian”.
Dalam Al-Quran kata fitrah disebutkan dalam surat
Ar-Rum: 30 sebagai berikut:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.
Dalam
hadits juga disebutkan kata fitrah yang banyak disitir oleh para ulama yang
berbeda-beda matannya yaitu:
Tiap-tiap anak dilahirkan diatas fitrah, maka
ibu-bapaknyalah yang mendidiknya menjadi orang yang beragama yahudi, nasrani
dan majusi.
Bila disimpulkan dari Al-quran dan hadits tersebut
dapat diambil pengertian bahwa fitrah tersebut mengandung implikasi
kependidikan yang berkonotasi kepada paham nativisme. Oleh karena kata “fitrah”
mengandung makna “kejadian” yang didalamnya mengandung potensi dasar
beragama yang benar dan lurus yaitu islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah
oleh siapapun atau lingkungan apapun, karena fitrah tersebut merupakan ciptaan
Allah yang tidak akan mengalami perubahan sedikitpun.
Jika berdasarkan keterangan diatas, maka ilmu
pendidikan islam bisa dikatakan berpaham nativisme yaitu suatu paham
yang menyatakan bahwa perkembangan manusia dalam hidupnya secara mutlak di
tentukan oleh potensi dasarnya. Paham ini berasal dari pandangan Lomrosso
seorang ahli pikir italia dan Scopenheuer yang berkebangsaan jerman.[5]
Namun dalam ayat surat An-Nahl ayat 78:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.
Di jelaskan bahwa arti fitrah tersebut mengandung
kecenderungan yang netral, yang menurut Dr. Moh. Fadhil Al-Djamaly, firman
Allah diatas menjadi petunjuk bahwa kita harus melakukan usaha pendidikan aspek
eksternal (mempengaruhi dari luar diri anak didik). Dan dengankemampuan yang
ada dalam diri anak didik yang menumbuhkan dan mengembangkan keterbukaan diri
terhadap pengaruh eksternal (dari luar) yang bersumber dari fitrah
itulah maka pendidikan secara operasional adalah bersifat hidayah (menunjukan).[6]
C. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan manusia
Telah bertahun-tahun lamanya para ahli didik, ahli
biologi, ahli psikologi dan lain-lain, memikirkan dan berusaha mencari jawaban
atas pertanyaan: perkembangan manusia itu bergantung pada pembawaan ataukah lingkungan?
Seperti yang telah kita singgung dalam pembahasan yang
lalu mengenai hal ini ada beberapa pendapat, yaitu:
1. Aliran Nativisme
Aliran ini perkembangan manusia ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa manusia sejak lahir, pembawaan inilah yang menetukan
hasil perkembangannya. Menurut pendapat ini, pendidikan tidak dapat mengubah
sifat-sifat pembawaan. Jadi jika benar, berarti percumalah kita mendidik dan
dididik atau kata lainnya berarti pendidikan tidak perlu sama sekali. Dalam
ilmun pendidikan, hal ini disebut pesimisme pedagogis.
2. Aliran
Naturalisme
Nature artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir.
Sebenarnya
pendapatnya hampir senada dengan aliran nativisme, jika aliran ini berpendapat
bahwa pada hakikatnya semua anak sejak dilahirkan adalah baik. Namun bagaimana
hasil perkembangannya ditentukan oleh pendidikan yang diterimanya. Jika baik
maka baiklah ia namun jika jelek maka jeleklah ia. Oleh karena itu, sebagai
pendidik Rosseau mengajukan “pendidikan alam”. Artinya anak hendaklah dibiarkan
tumbuh dan berkembang sendiri tanpa dicampuri oleh manusia.
3. Aliran Empirisme
Aliran ini berlawanan pendapat dengan aliran nativisme
karena berpendapat bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh lingkungan atau
oleh pendidikan dan pengalamk yang diterimanya sejak kecil. Manusia dapat
dididik menjadi apa saja tergantung lingkungan atau
pendidikannya. Dalam ilmu pendidikan, pendapat kaum empiris terkenal dengan
nama optimisme pedagogis.
4. Aliran
Konvergensi
Hukum
ini berasal dari ahli ilmu jiwa berkebangsaan jerman yang bernama william
stern. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan itu sama-sama berperan
dalam perkembangan manusia.[7]
IV.
Kesimpulan
Manusia
merupakan salah satu makhluk Allah yang paling sempurna dan juga makhluk yang
di tugaskan Allah sebagai khalifah di bumi. Untuk itulah kenapa manusia di beri
fitrah sejak lahir di dunia. Itu adalah salah satu faktor yang akan
membantu manusia untuk menjalani hidup di bumi.
Namun
jika tidak di asah dan di latih maka fitrah tersebut tidaklah akan
berkembang sesuai dengan semestinya. Untuk itulah mengapa manusia membutuhkan
pendidikan, karena untuk mengembangkan fitrah yang di berikan Allah agar bisa
menjadi khalifah di bumi.
V.
Penutup
Demikianlah
makalah yang dapat kami susun. Semoga dari pebuatan kecil ini dapat
menginspirasikan kita semua untuk terus berlomba dalam hal kebaikan, terus
beramal dengan niat tulus dan ikhlas, karena dan untuk allah.
Kami
tentunya menyadari masih ada banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu
kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat kami nantikan demi
terciptanya makalah yang lebih baik pada edisi makalah yang selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Daftar
Pustaka
Abdullah,
Abdur Rahman Shalih, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Quran,
Bandung: CV. Diponegoro, 1991
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
2000
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 2011
Purwanto,
M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1995
Sudiyono, M., Ilmu Pendidikan Islam Jilid 1,
Jakarta: Rineka Cipta, 2009
[1] H. M. Arifin, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 1-2
[2] Zakiah
Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 4-9
[3] Abdur Rahman
Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Quran,
(Bandung: CV. Diponegoro, 1991), hlm. 68-69
[7] M. Ngalim
Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1995), hlm. 59-60.